Selasa, 10 Februari 2009

PARA MAINTENANCE GUA PASEBAN

KANG PARJIE

PAK KATON

beliau adalah para maintenance dari luweng paseban, apabila terjadi kusakan atau kendala yang terjadi mengenai hal teknis berkaitan dengan luweng paseban, mereka siap kapan pun untuk memperbaiki dan merawat.

Minggu, 11 Januari 2009

POMPA JENSET SUMBANGAN GILLETE

BERTARUH KESELAMATAN


Turun 8,5 meter dengan tali nilon

untuk menuruni pitch 1 (undag-undagan/trap "bahasa jawa") mennggunakan bantuan seutas tali nilon, tidak menjadikan kendala untuk sebuah usaha dan niat yang tulus bahkan bertaruh nyawa untuk kelangsungan hidup masyarakat sekitar pakem.

GUA PASEBAN


ENTRANCE LUWENG PASEBAN


Terletak di sebelah selatan Dusun Pakem dengan jarak + 1 km. Pada jaman dahulu keberadaan Goa Paseban berfungsi sebagai pertapaan. Oleh karena itu oleh masyarakat Pakem Kuno (Gedangan) tempat tersebut dikeramatkan dan dipakai sebagai tempat sesaji. Tradisi tersebut sampai sekarang masih dilestarikan tanpa merubah tata cara pelaksanaannya. Misalnya mengenai pelaksanaan sesaji dan membersihkan Goa setahun sekali yang waktunya harus hari Senin Pahing dan melaksanakan pagelaran wayang kulit pada hari Kamis Kliwon.
Menurut cerita tradisi ini pernah ditinggalkan pada era tahun 1940-an, namun akhirnya berakibat bencana. Di Dusun Pakem muncul wabah yang menyebabkan 48 orang warga meninggal dunia secara misterius hanya dalam waktu 36 hari. Maka sejak saat itu tidak ada pemangku adat yang berani melanggar tradisi tersebut.
Disisi lain hikmah dari kuatnya tradisi warga Dusun Pakem, ternyata di dalam Goa Paseban yang memiliki panjang lorong yang belum seluruhnya tereksplorasi terdapat sumber air cukup, sehingga sampai sekarang mampu menjadi sumber kemakmuran bagi warga Dusun Pakem khususnya dan warga Desa Sumberagung pada umumnya.
Berawal sekitar tahun 1940-an, setelah beberapa telaga disekitar Dusun Pakem mengering diketemukan sumber air di Goa Paseban. Pada waktu itu sumber air yang ditemukan berjarak sekitar + 50 meter dari mulut goa. Masyarakat yang mengambil air minum pada saat itu masuk Goa dengan menggunakan Obor sebagai sarana penerangan dan klenthing (semacam gerabah) sebagai tempat air. Namun pada sekitar tahun 1960-an diketemukan tempat mengambil air yang jarak dari mulut Goa hanya + 10 meter. Mulai saat itu warga mengambil air ditempat tersebut meski tetap dengan cara tradisional. Dalam perkembangannya Goa Paseban secara perlahan-lahan mulai mendapatkan perhatian dari pemerintah antara lain :
(1) Bantuan diesel pompa air (tahun 80-an) bertahan kira-kira 5 musim;
(2) Bantuan pompa air manual (tahun 90-an) dapat dioperasikan hingga tahun 2002;
(3) Bantuan dari Proyek Bengawan Solo, yaitu pemanfaatan sumber air Paseban dengan pompa listrik berikut sistem distribusi dan pengelolaan secara swakelola terpadu.
Jumlah dusun yang dapat disuplai pasebanyak 7 (tujuh) dusun yaitu : Pakem (52 kk), Salam (27 kk), Klepu (54 kk), Mesu (114 kk), Ngaluran (120 kk), Ngelo (167 kk), Pundungsari (43 kk).

Selasa, 30 Desember 2008

PROFIL POTENSI DESA SUMBERAGUNG

Gunung Cilik (Tempat berdirinya masjid kunomasjid tiban” by; katon bjd)


Konon didirikannya tempat pertemuan di Gunung Cilik adalah berfungsi sebagai tempat sarasehan, namun lama-kelamaan banyak didatangi warga masyarakat, dengan maksud ingin mendengarkan wejangan yang diberikan ketiga bangsawan tersebut. Wejangan tersebut sementara bagi sebagian tokoh masyarakat disimpulkan sebagai sebuah bentuk syiar Agama Islam, namun ada juga yang pendapat lain mengingat ketiga bangsawan yang telah kami sebutkan diawal penulisan berasal dari Majapahit. Dari aktivitas masyarakat inilah muncul kalimat “PAKEM” yang berarti pedoman. Namun dari kenyataan dan bukti yang ada tempat tersebut adalah sebuah masjid. Keberadaan masjid diperkirakan masih berfungsi hingga akhir abad ke 16, karena pada pertengahan abad 17 masjid sudah berdiri dan masyarakat Pakem memberi nama Masjid Gunung Cilik karena letaknya berada di atas bukit kecil ditengah dusun. Pada saat Modin/Penghulu dijabat oleh Kyai Jayaniman, beliau adalah modin ke-2 dari 6 generasi pejabat modin yang ada di Sumberagung masjid tersebut masih difungsikan, namun pada waktu Kyai Imam Kanapi yang menjabat sebagai Penghulu (generasi ke-3), bangunan sudah kondisinya telah rapuh dan tidak dipergunakan. Kala itu muncul gagasan dari para tokoh masyarakat untuk memindahkan kerangka masjid Gunung Cilik ke Pracimantoro, karena diyakini kerangka masjid Gunung Cilik bertuah. Konon cerita saat dipindahkan terjadi satu keanehan, beberapa kerangka bangunan yang akan dipindahkan tidak dapat diangkat dari tempatnya dan ada beberapa orang yang menderita sakit, karena kejadian tersebut rencana pemindahan dibatalkan. Selanjutnya kerangka masjid tersebut ditimbun dipinggir pekarangan Kyai Imam Kanapi. Sampai sekarang lokasi penimbunan kerangka masjid tersebut masih ada dan sudah tertimbun tanah. Selain itu di lokasi masjid tersebut ditemukan sebuah Kitab Al Qur’an dan sebuah Kitab Kuning yang terbuat dari kulit kayu. Kedua kitab tersebut sampai sekarang masih dalam keadaan baik dan disimpan di Masjid Al Muttaqin Dusun Pakem.





Kamis, 25 Desember 2008

Sugeng Rawuh Wonten "nDesa mbergung"

(lembah bengawan solo purba by; b2)

Berdasarkan cerita secara turun temurun, Dusun Pakem cikal bakal berdirinya Desa Sumberagung. Prakiraan adanya peradaban yang pada akhirnya menjadi Dusun Pakem diperkirakan berawal pada pertengahan abad ke 14. Diawali dengan adanya komunitas masyarakat yang hanya terdiri dari 8 kepala keluarga yang tinggal menetap suatu tempat dengan sebutan Gedangan. Sebutan Gedangan diambil dari kondisi saat itu, yakni lingkungan tempat tinggal mereka merupakan kebun pisang yang sangat luas.

Dari sumber yang pernah didapat, diceritakan bahwa kehidupan sosial keagamaan yang dijalankan warga Gedangan saat itu tidak dapat kami peroleh secara lengkap. Beberapa keterangan yang dapat diperoleh menceritakan bahwa mereka terdiri dari para petani, sedangkan perihal kehidupan spiritual mereka masih menganut suatu aliran kepercayaan. Sebagai bukti masyarakat Gedangan pada saat tertentu sering melakukan ritual atau semacam pemujaan yang bertempat di Goa Paseban. Alasan yang mendasari aktivitas ritual mereka di tempat tersebut, dari keterangan yang diperoleh menceritakan bahwa Goa Paseban pada jaman dahulu pernah dipakai sebagai tempat bertapa Raja Majapahit yaitu Prabu Brawijaya III.

Setelah kehidupan masyarakat Gedangan berjalan beberapa kurun waktu, diperkirakan pada pertengahan abad ke 15 datang 3 (tiga) orang pengembara yaitu :

1. Kyai Kajoran (Pangeran Mentokusuma)

2. Kyai Jlubang (Pangeran Sutokusuma)

3. Kyai Guntur Geni (Pangeran Nerangkusuma)

Ketiga orang tersebut menurut para wisatawan spiritual yang datang di Dusun Pakem satu yang kebanyakan pemegang jabatan penting dalam pemerintahan memberikan informasi bahwa mereka bertiga adalah bangsawan dari Kerajaan Majapahit dengan nama bangsawan sebagai mana tercantum di atas.